
Senin, 11/09/2017
Narkolepsi adalah gangguan tidur yang gejala awalnya ditandai dengan rasa kantuk yang tidak tertahankan di siang hari, lalu pada umumnya berlanjut dengan serangan tidur atau tidur secara tiba-tiba tanpa mengenal waktu dan tempat.
Narkolepsi sebenarnya termasuk kelompok gangguan otak jangka panjang. Kondisi ini terbilang langka. Narkolepsi biasanya dimulai pada usia remaja dan awal usia dua puluhan.
Selain kemunculan rasa kantuk di siang hari dan serangan tidur, penderita narkolepsi juga bisa mengalami gejala-gejala seperti ini.
Perkembangan gejala narkolepsi pada penderita bisa berlangsung cukup singkat selama beberapa minggu atau bisa berlangsung lambat selama beberapa tahun.
Penyebab narkolepsi disebabkan oleh rendahnya produksi hormon yang bertugas meregulasi tidur, yaitu hipokretin atau oreksin, akibat gangguan autoimun atau akibat penyakit dan cedera yang merusak bagian otak sebagai organ yang memproduksi hormon tersebut.
Berikut ini kondisi yang dapat memicu seseorang terkena gangguan autoimun yang pada akhirnya bisa mengarah pada narkolepsi.
Berikut ini beberapa faktor yang dapat merusak bagian otak penghasil hipokretin.
Selain semua hal yang telah disebutkan di atas, perubahan pola tidur secara tiba-tiba dan stres psikologis berat juga diyakini bisa meningkatkan risiko seseorang terkena narkolepsi.
Selain pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan pasien, ada dua tes yang sangat penting dilakukan dalam kasus narkolepsi, yaitu pemeriksaan polisomnografi yang dilakukan pada malam hari dan multiple sleep latency test (MSLT) yang dilakukan pada siang hari. Kedua tes ini dilaksanakan di klinik atau rumah sakit dengan bimbingan ahli terkait.
Di dalam tes polisomnografi, dokter akan memadukan sejumlah pemeriksaan lain dengan cara memasang elektroda pada permukaan kulit guna mengetahui sinyal-sinyal yang terjadi selama tidur, termasuk memonitor pernapasan. Misalnya dipadukan dengan elektrokardiogram untuk mengetahui aktivitas elektrik di dalam jantung, elektroensefalogram untuk mengetahui aktivitas elektrik di dalam otak, elektrookulogram untuk mengetahui pergerakan mata, dan elektromiogram untuk mengetahui pergerakan otot tubuh.
Melalui tes polisomnografi, sejumlah ketidaknormalan di dalam siklus tidur bisa diketahui, salah satunya adalah periode rapid eye movement (REM) yang terjadi di waktu yang tidak normal. Selain itu, pemeriksaan polisomnografi juga akan memungkinkan dokter bisa mengetahui apabila gejala-gejala yang ada bukan disebabkan oleh kondisi selain narkolepsi.
Sedangkan pada tes MSLT, dokter akan mengukur jangka waktu yang dibutuhkan pasien untuk bisa tidur. Jika pasien dapat tidur dengan mudah dan memasuki fase REM dengan cepat, maka pasien berkemungkinan besar menderita narkolepsi.
Sebenarnya belum ada satu obat pun yang bisa mengobati narkolepsi. Obat yang tersedia saat ini hanya bisa meredakan atau mengendalikan gejala-gejalanya agar aktivitas sehari-hari penderitanya tidak terganggu.
Contohnya, untuk mengatasi gejala kantuk yang tidak terkendali di siang hari, obat golongan stimulan seperti modafinil dan methylphenidate kemungkinan akan diresepkan. Obat-obatan ini mampu membantu penderita narkolepsi untuk tetap terjaga di siang hari dengan cara menstimulasi sistem saraf pusat.
Contoh lainnya adalah pemberian antidepresan (misalnya clomipramine dan imipramine), selective serotonin reuptake inhibitors/SSRI (misalnya fluoxetine), dan norepinephrine reuptake inhibitors/SNRI (misalnya venlafaxine) untuk mengatasi gejala katapleksi atau hilang kendali otot.
Khusus untuk SSRI dan SNRI, selain bisa digunakan untuk mengontrol katapleksi, obat ini juga dapat diresepkan untuk mengatasi gejala ketindihan (sleep paralysis) dan halusinasi.
Selain dengan obat-obatan, Anda juga bisa melakukan tips-tips berikut ini di rumah untuk mendapatkan tidur yang berkualitas di malam hari sehingga rasa kantuk di siang hari bisa berkurang, di antaranya:
Agar rasa kantuk di siang hari bisa terkendali, usahakan untuk menahan kantuk tersebut apabila muncul di waktu yang tidak tepat dan melakukan tidur di waktu-waktu yang sudah Anda sesuaikan dengan rutinitas sehari-hari. Selain itu, jangan mengonsumsi obat-obatan yang dapat memperparah rasa kantuk, misalnya obat alergi atau obat pilek. Jika Anda penderita narkolepsi yang kebetulan mengalami dua kondisi tersebut, mintalah resep obat pada dokter yang tidak menimbulkan efek samping kantuk.
Berikut ini dampak narkolepsi yang mungkin bisa terjadi:
Untuk mengatasi obesitas, Anda harus memaksakan diri melakukan tips di bagian pengobatan tentang olahraga rutin. Untuk mencegah cedera, jangan mengemudi atau mengoperasikan mesin-mesin berbahaya jika Anda menderita narkolepsi. Dan untuk mengatasi penilaian buruk dari lingkungan sosial, berikan penjelasan kepada orang-orang sekitar bahwa Anda merupakan penderita narkolepsi.